Pengantar Biologi

Biologi berasal dari kata bios (hidup) dan logos (ilmu), jadi biologi adalah ilmu yang khusus mempelajari segala sesuatu tentang makhluk hidup. Dalam bahasa Indonesia biologi sering diterjemahkan sebagai ilmu hayat.
Biologi merupakan cabang dari ilmu-ilmu alam. Cabang yang lainnya dari ilmu-ilmu alam adalah fisika dan kimia.
Semua ilmu terus berkembang, demikian juga biologi, dalam perkembangannya biologi
menjadi cabang-cabang ilmu antara lain:
  1. Botani : mempelajari tumbuhan dan kehidupannya
  2. Zoologi : mempelajari hewan dan kehidupannya
  3. Fisiologi : mempelajari proses-proses dan kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup
  4. Higiene : mempelajari pemeliharaan kesehatan manusia.
  5. Bakteriologi : mempelajari bakteri dan kehidupannya.
  6. Histologi : mempelajari susunan dan fungsi jaringan tubuh makhluk hidup.
  7. Genetika : mempelajari cara-cara pewarisan sifat individu kepada keturunannya
  8. Ekologi : mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
Untuk memecahkan masalah dalam bidang biologi diperlukan langkah-langkah khusus yang disebut metode ilmiah. Secara umum langkah – langkah metode ilmiah meliputi:
  1. Perumusan masalah
  2. Observasi
  3. Penyusunan hipotesa
  4. Eksperimen
  5. Penarikan kesimpulan
  6. Pengujian kesimpulan
Fotosintesis
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk menghasilkan makanan dengan memanfaatkan energi cahaya.
Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis.
Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga
berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis disebut sebagai fototrof.
Fotosintesis pada tumbuhan
Berbeda dari organisme lain yang memperoleh energi dengan memakan organisme lainnya, tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis. Perhatikan persamaan reaksi yang menghasilkan glukosa berikut ini:
12H2O + 6CO2 + cahaya –> C6H12O6 (glukosa) + 6O2 + 6H2O
Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas. Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa langkah-langkah dalam fotosintesis dan respirasi sesungguhnya amatlah amat rumit dan memiliki perbedaan-perbedaan yang mendetail.
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil mengandung organel yang disebut kloroplas. Kloroplas inilah yang menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis.
Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis.
Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan.

Fotosintesis pada alga dan bakteri
Alga terdiri dari alga multiseluler seperti ganggang hingga alga mikroskopik yang hanya terdiri dari satu sel. Meskipun alga tidak memiliki struktur sekompleks tumbuhan darat, fotosintesis pada keduanya terjadi dengan cara yang sama. Hanya saja karena alga memiliki berbagai jenis pigmen dalam kloroplasnya, maka panjang gelombang cahaya yang diserapnya pun lebih bervariasi. Semua alga menghasilkan oksigen dan kebanyakan bersifat autotrof. Hanya sebagian kecil saja yang bersifat heterotrof yang berarti bergantung pada materi yang dihasilkan oleh organisme lain Pada tingkat molekuler Pigmen klorofil menyerap lebih banyak cahaya terlihat pada warna biru (400-450 nanometer) dan merah (650-700 nanometer) dibandingkan hijau (500-600 nanometer).
Cahaya hijau ini akan dipantulkan dan ditangkap oleh mata kita sehingga menimbulkan sensasi bahwa daun berwarna hijau. Fotosintesis akan menghasilkan lebih banyak energi pada gelombang cahaya dengan panjang tertentu. Hal ini karena panjang gelombang yang pendek menyimpan lebih banyak energi.
Di dalam daun, cahaya akan diserap oleh molekul klorofil untuk dikumpulkan pada pusat-pusat reaksi. Pada tumbuhan ada dua jenis pigmen yang berfungsi aktif sebagai pusat reaksi atau fotosistem yaitu fotosistem II dan fotosistem I. Fotosistem II terdiri dari molekul klorofil yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 680 nanometer, sedangkan fotosistem I 700 nanometer. Kedua fotosistem ini akan bekerja secara simultan dalam fotosintesis, seperti dua baterai dalam senter yang bekerja saling memperkuat.
Fotosintesis dimulai ketika cahaya mengionisasi molekul klorofil pada fotosistem II, membuatnya melepaskan elektron yang akan ditransfer sepanjang rantai transpor elektron.
Energi dari elektron ini digunakan untuk fotofosforilasi yang menghasilkan ATP, satuan pertukaran energi dalam sel. Reaksi ini menyebabkan fotosistem II mengalami defisit atau kekurangan elektron yang harus segera diganti. Pada tumbuhan dan alga kekurangan elektron ini dipenuhi oleh elektron dari hasil ionisasi air yang terjadi bersamaan dengan ionisasi klorofil. Hasil ionisasi air ini adalah elektron dan oksigen.
Oksigen dari proses fotosintesis hanya dihasilkan dari air, bukan dari karbon
dioksida. Pendapat ini pertama kali diungkapkan oleh C.B. van Neil yang mempelajari bakteri fotosintetik pada tahun 1930-an. Bakteri fotosintetik, selain sianobakteri, menggunakan tidak menghasilkan oksigen karena menggunakan ionisasi sulfida atau hidrogen.
Pada saat yang sama dengan ionisasi fotosistem II, cahaya juga mengionisasi fotosistem I, melepaskan elektron yang ditransfer sepanjang rantai transpor elektron yang akhirnya mereduksi NADP menjadi NADPH. ATP dan NADPH yang dihasilkan dalam proses fotosintesis memicu berbagai proses biokimia. Pada tumbuhan proses biokimia yang terpicu adalah siklus Calvin dimana karbon dioksida diubah menjadi ribulosa (dan kemudian menjadi gula seperti glukosa). Reaksi ini disebut reaksi gelap karena tidak bergantung pada ada tidaknya cahaya sehingga dapat terjadi meskipun dalam keadaan gelap (tanpa cahaya).
Faktor penentu laju fotosintesis
  1. Berikut adalah beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis:
  2. Intensitas cahaya, Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya.
  3. Konsentrasi karbon dioksida. Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapt digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
  4. Suhu, Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
  5. Kadar air, Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.
  6. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis). Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.
  7. Tahap pertumbuhan
Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.

Penemuan
Meskipun masih ada langkah-langkah dalam fotosintesis yang belum dipahami, persamaan umum fotosintesis telah diketahui sejak tahun 1800-an.
Pada awal tahun 1600-an, seorang dokter dan ahli kimia, Jan van Helmont, seorang Flandria (sekarang bagian dari Belgia), melakukan percobaan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan massa tumbuhan bertambah dari waktu ke waktu. Dari penelitiannya, Helmont menyimpulkan bahwa massa tumbuhan bertambah hanya karena pemberian air. Tapi pada tahun 1720, ahli botani Inggris, Stephen Hales berhipotesis bahwa pasti ada faktor lain selain air yang berperan. Ia berpendapat faktor itu adalah udara.
Joseph Priestley, seorang ahli kimia dan pendeta, menemukan bahwa ketika ia menutup sebuah lilin menyala dengan sebuah toples terbalik, nyalanya akan mati sebelum lilinnya habis terbakar. Ia kemudian menemukan bila ia meletakkan tikus dalam toples terbalik bersama lilin, tikus itu akan mati lemas. Dari kedua percobaan itu, Priestley menyimpulkan bahwa nyala lilin telah “merusak” udara dalam toples itu dan menyebabkan matinya tikus. Ia kemudian menunjukkan bahwa udara yang telah “dirusak” oleh lilin tersebut dapat “dipulihkan” oleh tumbuhan. Ia juga menunjukkan bahwa tikus dapat tetap hidup dalam toples tertutup asalkan di dalamnya juga terdapat tumbuhan.
Pada tahun 1778, Jan Ingenhousz, dokter kerajaan Austria, mengulangi eksperimen Priestley. Ia menemukan bahwa cahaya matahari berpengaruh pada tumbuhan sehingga dapat “memulihkan” udara yang “rusak”. Akhirnya di tahun 1796, Jean Senebier, seorang pastor Perancis, menunjukkan bahwa udara yang “dipulihkan” dan “merusak” itu adalah karbon dioksida yang diserap oleh tumbuhan dalam fotosintesis. Tidak lama kemudian, Theodore de Saussure berhasil menunjukkan hubungan antara hipotesis Stephen Hale dengan percobaan-percobaan “pemulihan” udara. Ia menemukan bahwa peningkatan massa tumbuhan bukan hanya karena penyerapan karbon dioksida, tetapi juga oleh pemberian air. Melalui serangkaian eksperimen inilah akhirnya para ahli berhasil menggambarkan persamaan umum dari fotosintesis yang menghasilkan makanan (seperti glukosa).

Organisme
Dalam biologi, organisme adalah kumpulan molekul-molekul yang saling mempengaruhi sedemikian sehingga berfungsi secara stabil dan memiliki sifat hidup. Istilah “organisme kompleks” mengacu pada organisme yang memiliki lebih dari satu sel.
Ciri-ciri yang umum didapati pada banyak organisme adalah sebagai berikut:
  • Memerlukan makanan
  • Bernafas
  • Bergerak
  • Tumbuh
  • Berkembang biak
  • Peka terhadap rangsang
Namun demikian, ciri-ciri tersebut tidaklah universal. Mikroorganisme seperti misalnya bakteri tidaklah bernafas, namun menggunakan jalur kimiawi lain. Banyak organisme tidaklah mampu bergerak secara independen dan banyak organisme tidak dapat berkembang biak, walaupun spesiesnya mampu.

M o l e k u l
Dalam kimia, molekul adalah bagian tak terpisahkan yang paling kecil senyawa murni yang memiliki ciri unik kimia dan fisik. Molekul terdiri atas dua atau lebih ikatan atom bersama. Kita mungkin menginginkan untuk melihat molekul secara analogi; sebagai kata: kata “bis” dapat menjadi contoh molekul; jika “a” ditambahkan, kita mendapatkan kata “bisa” — dengan cara mirip, H20 adalah molekul air; sedangkan (CH20)3 adalah molekul gula.

Mikroorganisme
Mikroorganisme atau mikroba adalah sebuah organisme yang begitu kecil sehingga
tidak dapat terlihat mata telanjang. Mikroorganisme sering digambanrkan menggunakan sel tunggal, atau mikroorganisme unisel, namun beberapa protist unicell terlihat oleh mata telanjang, dan beberapa spesies multisel tidak terlihat mata telanjang. Ilmu mikroorganisme disebut mikrobiologi

B a k t e r i
Bakteri, dari kata Latin bacterium(jamak, bacteria), adalah kelompok raksasa dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organelle lain seperti mitokondria dan kloroplas. Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut dalam artikel mengenai prokaryota, karena bakteri merupakan prokaryota, untuk membedakan mereka dengan organisme yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukaryota.
Istilah “bakteri” telah diterapkan untuk semua prokaryote atau untuk kelompok besar mereka, tergantung pada gagasan mengenai hubungan mereka.
Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak pathogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm]], meski sebuah jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter(Thiomargarita).
Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel hewan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglycan). Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.

V i r u s
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan mengendalikan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal, sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.
Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influensa dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV).

Komentar

Postingan Populer