KONFLIK SOSIAL




A.   Pengertian Konflik
Apakah kamu pernah terlibat percekcokan, perselisihan, atau pertentangan dengan orang lain? Dalam istilah sosiologi, hal tersebut dinamakan konflik. Konflik dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana terjadi ketidaksamaan persepsi, pandangan, perspektif antara satu pihak dengan pihak lainnya yang kemudiaan masing-masing pihak berusaha untuk membenarkan pendapatnya dengan cara menyingkirkan pihak lawannya. Menurut Soerjono Soekanto, untuk menyingkirkan pihak lawan maka digunakanlah ancaman dan kekerasan.
Mengapa konflik dapat terjadi? Kita sebelumnya telah mempelajari tentang terjadinya interaksi antarindividu di dalam masyarakat. Masing individu-individu tersebut memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Ditambah lagi dengan tujuan dan kepentingan mereka yang tidak sama pula, ketidaksamaan antarindividu itulah yang kemudiaan membuatnya terasa terancam dengan keberaddan individu lainnya. Individu-individu tersebut lalu berupaya dengan menggunakan berbagai cara untuk menyingkirkan pihak yang yang menjadi lawannya.
Seorang ahli sosiologi menyatakan bahwa didalam konflik yang memegang peranan penting adalah perasaan. Amarah, dendam, rasa benci seringkali mempertajam perbedaan-perbedaan yang memang tidak bisa disangkal keberaadaannya.
Konfik lebi sering terjadi dalam hubungan sosial bukan personal atau intim. Ini bisa terjadi karena masing-masing pihak dalam hubungan personal menekan perasaan-perasaan yang bisa mempertajam perbedaan.
B.    Penyebab Konflik
Soerjono Soekanto mengatakan ada empat faktor yang menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat yaitu:

1.    Perbedaan antarindividu
Coba perhatikan orang tua, adik, dan kakakmu! Kerap muncul persamaan ciri-ciri fisik diantara mereka, sehingga sering muncul pendapat bahwa sang anak terlihat mirip dengan orang tuanya. Persamaan ciri-ciri fisik tadi ternyata tidak menjamin akan terjadinya hubungan yang harmonis di anatar mereka. Perbedaan pandangan atau pendapatpun masih bisa terjadi.
Contoh konflik yang bisa terjadi manakala sang anak ingin melanjutkan ke sekolah musik, sementara orang tua mendambakan  anaknya kulaih ekonomi. Hal ini wajar terjadi karena adanya perbedaan antarindividu. Jika individu yang masih satu keluarga saja dapat terlibat konflik, apalagi antarindividu dengan individu lainnya yang sama sekali tidak ada hubungan darah.
2.    Perbedaan Kebudayaan
Perbedaan kebudayaan dapat memicu terjadinya konflik. Perbedaan antara orang Eropa yang datang ke benua Amerika dan orang Indian yang merupakan penduduk asli menyebabkan terjadinya konflik sampai menelan korban jiwa. Semakin lama semakin banyak orang Eropa hijrah ke Amerika sehingga penduduk asli Amerika kemudian ditempatkan dalam perkampungan khusus. Akhirnya terjadi dominasi orang Eropa kulit putih terhadap orang Indian.
3.    Perbedaan Kepentingan
Setiap orang atau kelompok tentu memiliki kebutuhan dan kepentingan. Sedang orang lain atau kelompok lain pun memiliki kebutuhan atau kepentingan tersendiri. Perbedaan tersebut kemudiaan berbenturan dan menjadi konflik. Contohnya, pengusaha memiliki kepentingan untuk memperoleh laba usaha yang besar.mereka lalu melakukan upaya guna memperbesar laba seperti menekan biaya yang digunakan untuk emnggaji buruh. Sementara itu, para buruh memiliki kepentingan atau kebutuhan untuk hidup sejahtera melalui gaji yang besar.
4.    Perubahaan Sosial
Perubahan sosial di masyarakat mengakibatkan timbulnya konflik. Contohnya, berkembangnya perkotaan menyebabkan lahan perumahan dan pertanian menjadi sempit. Hal ini bisa mendatangkan konflik antaranggota keluarga akibat memperebutkan tanah warisan. Contoh lain, perubahan pandangan terhadap nilai perkawinan bisa menyebabkan konflik antar generasi muda dengan generasi tua.
C.    Bentuk-bentuk Konflik
Pada tahun 1940, Sumner memperkenalkan konsep diferensiasi kelompok kita (we-group) atau kelompok dalam (in-group) dengan kelompok orang lain (other’s group) atau kelopok luar (out-group). Dikalangan anggota kelompok dijumpai persahabatan, kerjasama, dan keteraturan. Sementara itu, hubungan antara kelompok dalam dengan kelompok luar cenderung ditandai dengan kebencian, permusuhan, dan perang. Seorang ahli sosiologi. Lewis A. Coser menyebutkan, ada konflik in-group dan out-group. Konflik in-group adalah konflik yang terjadi dalam sebuah kelompok. Contoh, konflik yang terjadi antaranggota keluarga. Sementara konflik out-group adalah konflik yang terjadi anatar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Contoh, konflik yang terjadi anatara China dan Inggris yang menyebakan terjadinya Perang Boxer.
Dilihat dari yang terlibat di dalamnya, konflik dapat dibagi menjadi:
1.    Konflik Pribadi
Konflik pribadi terjadi antara satu individu dengan individu lainnya. Hal-hal yang menjadi konflik ini biasanya adalah hal-hal yang bersifat pribadi. Contohnya, perebutan harta warisan antara kakak dan adik. Setelah merasa tidak dapat menyelesaikan secara damai, keduanya sepakat untuk membawa masalah tersebut ke jalur hukum.
2.    Konflik Antarkelompok
Pernah melihat tawuran antarpelajar? Jika dilihat dari orang yang terlibat di dalamnya, tawuran pelajar dapat dikategorikan sebagai konflik antar kelompok. Kelompok pelajar A tidak terima dengan  perlakuan anggota kelompok pelajar B. Perbedaan pendapat itu kemudian menjadi konflik yang diwarnai bentrokan fisik.
3.    Konflik Antaretnis
Indonesia adalah negara yang memiliki bermacam etnis, hal ini menyebabkan Indonesia rawan konflik. Masing-masing etnis tentunya memiliki adat istiadat dan budaya yang berbeda. Terkadang, pandangan etnis tertentu terhadap suatu hal bertolak belakang dengan pendapat kelompok etnis lainnya. Kalau sudah begini, mK konflikpun bisa terjadi. Beberapa waktu lalu di Indonesia terjadi konflik antaretnis seperti yang terjadi di Kalimantan.
4.    Konflik Antarnegara
Konflik antarnegara bisa terjadi jika muncul dominasi sutu negara atas negara lainnya. Pada awal kemerdekaan Indonesia, terjadi konflik antara Indonesia dengan Belanda. Penyebabnya adalah Belanda Masih menganggap Indonesia sebagai wilayah jajahannya. Belanda masih ingin mendominasi Indonesia.
Dilihat dari latar belakang terjadinya, konflik dapat dibagi menjadi:
a.    Konflik politik
Banyak sekali terjadi konflik dengan latar belakang politik yang terjadi di Indonesia. Masalah internal partai politik pun bisa meluas dan menjadi konflik politik berskala nasional yang memaksa banyak korban jiwa. Yang paling besar tentu saja konflik yang terjadi pasca-pemberontakan G 30S/PKI 1965. Konflik sosial tersebut meupakan konflik yang paling traumatik karena memakan korban ratusan ribu atau bahkan  samapai jutaan korban.
b.    Konflik ekonomi
Naiknya harga-harga, kurangnya lapangan pekerjaan, serta kesenjangan pendapatan antara orang kaya dan orang miskin merupakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya konflik bernuansa ekonomi di dalam masyakat.
c.     Konflik budaya
Beberapa waktu yang lalu terjadi perdebatan tentang batasan pornografi dalam Undang-Undang Antipornografi. Ini disebabkan oleh perbedaan kebudayaan dalam memandang sutu hasil kesenian. Biasanya perbedaan ini terjadi antara golongan tua dengan golongan muda.
d.    Konflik agama
Konflik agama adalah konflik yang dilatar belakangi oleh agama. Perbedaan tatacara beribadat, pandangan, dan lainnya bisa menyebabkan konflik bahkan dalam intra agama sekalipun. Konflik ini bisa juga dicampuri dengan masalah etnisitas, hingga terjadi kerusuhan seperti yang terjadi di Poso dan Ambon.
D.   Dampak Konflik
Dampak negatif konflik tentunya sudah banyak yang tahu. Konflik menimbulkan praangka antar pihak yang berkonflik. Selain itu dapat juga mengakibatkan hilangnya harta benda sampai nyawa orang. Konflik juga dapat berdapak pada renggangnya hubungan yang semula berjalan lancar.
Namun, ada pula dampak positif dari konflik. Anatar lain sebagai berikut:
1.    Meningkatkan Solideritas kelompok (In Group Solidarity)
Pernah mendengar istilah musuh bersama? Sebuah kelompok memiliki pihak lain yang diidentifikasikan sebagai musuh bersama. Dengan ini setiap anggota kelompk tersebut akan bekerja sama untuk menyingkirkan pihak yang diidentifikasikan sebagai musuh bersama tadi. Contohnya, pada tahun 1998 Orde Baru merupakan musuh bersama para mahasiswa yang menginginkan adanya reformasi. Mereka bersatu dalam kelompok angkatan 98 yang berusaha melengserkan Soeharto dari jabatan Presiden.
2.    Menciptakan Integrasi yang Harmonis
Integrasi yang dimaksud adalah yang terjadi selepas konflik berakhir. Contohnya, seperti konflik di Aceh antara GAM dengan Republik Indonesia. Pihak GAM ingin memisahkan diri dari NKRI. Konflik pun terjadi bertahun-tahun tanpa adnya kesepakatan damai. Baru setelah Aceh dilanda Tsunami, terjadi kesepakatan damai antara RI dan GAM. Akhirnya GAM memutuskan untuk kembali menjadi bagian dari NKRI.
3.    Memperkuat Identitas Pihak yang berkonflik
Dengan adanya konflik, pihak-pihak yang terlibat semakin memahami identitasnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota dari sebuah kelompok. Ketika terjadi perbedaan pandangan perihal pelaksanaan proklamasi, mereka yang berusia muda mengidentiikasikan diri sebagai kelompok muda yang menginginkan kemerdekaan diproklamasikan secepatnya dan tanpa bantuan dari Jepang.
4.    Menciptakan Kelompok Baru
Ketika terjadi perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet berdiri sebuah kelompok yang bertekad tidak mau terlibat dalam pertikaian duan negara tersebut. Kelompok inilah yang nantinya menjadi Gerakan non-Blok. Dalam hal ini, konflik yang terjadi malah mengakibatkan munculnya kelompok baru.
5.    Membuka Wawasan
Konflik juga bisa membuka wawasan  kedua belah pihak yang bertikai. Contohnya, pengeboman Hirosima dan Nagasaki telah membuka mata pihak yang bertikai bahkan dunia internasonal akan bahaya bom atom. Dalam perkembangan selanjutnya senjata biologis mendapat perhatian ekstra serius.
E.    Pengendalian Konflik
Konflik senantiasa ada dalam kehidupan bersama di masyarakat. Tidak ada kehidupan bersama yang tanpa konflik. Oleh karena itu, konflik hanya akan hilang apabila tidak ada masyarakat. Hal yang perlu dilakukan adalah mengendalikan konflik agar tidak merugikan atau mendatangkan korban.
Konflik akan suit untuk dikendalikan apabila tidak melibatkan pihak ketiga yang netral dan bertugas sebagai penengah. Jika dilihat dari keberadaan pihak ketiga sebagai penengah, ada tiga macam bentuk pengendalian konflik sosial, yaitu sebagai berikut:
1.    Konsiliasi
Konflik dikendalikan melalui sebuah lembaga. Tidak sembarang lembaga dapat berperan dalam konsiliasi. Lembaga yang dimaksud haruslah memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a.    Diakui oleh kedua belah pihak
b.    Keputusannya bersifat mengikat dan memaksa bagi pihak-pihak yang berkonflik
c.     Bersih dan berwibawa
Jadi, kedua belah pihak yang berkonflik merasa berkewajiban untuk menanti apa yang telah diputuskan oleh lembaga tersebut.
2.    Mediasi
Seru dengan konsiliasi, mediasi pun menunjuk pihak ketiga sebagai penengah. Hanya saja yang membedakan adalah dalam mediasi ini pihak yang berkonflik tidak harus melaksanakan apa yang dikatakan oleh sang mediator.
Jadi dalam hal ini mediator hanya memberikan saran, pendapat, dan pandangan mengenai bagaimana konflik dapat diselesaikan.
3.    Arbitrasi
Pernah menonton pertandingan sepak bola? Dalam setiap pertandingannya, ada seorang wasit yang keputusannya harus dipatuhi oleh seluruh pemain dari kedua timyang bermain. Begitu pula dengan pengendalian konflik dengan cara arbitrasi. Ada pihak ketiga yang bertindak sebagai wasit. Setiap keputusannya bharus ditaati oleh pihak yang berkonflik.
Konflik juga dapat dikendalikan dengan tanpa bantuan pihak ketiga. Jadi pihak yang bertikai melalkukan sendiri pengendaliaan konflik. Dilihat dari yang berinisiatif menyelenggarakan upaya pengendalian konflik terdiri dari:
a.    Paksaan
Cara paksaan maksudnya pihak yang kuat memaksa pihak yang lemah untuk mengakhiri konflik. Dalam hal ini, pihak yang memaksa mengakhiri akan menjadi pihak pemenang. Sementara itu, pihak yang dipaksa untuk mengakhiri konflik akan dianggap sebagai pihak yang kalah. Ini terjadi pada  perjanjian Jepang denagn pihak sekutu setalah Jepang kalah dalam perang dunia kedua. Jepang menyetujui untuk tidak memiliki angkatan perang, padahal ini sangat merugikan bagi Jepang.
b.    Sukarela
Sebuah konflik yang berkepanjangan pastilah membawa dampak yang negatif. Kedua belah pihak yang berkonflik terkadang merasa jenuh dan segera ingin mengakhiri konflik. Mereka kemudian sepakat untuk mengadakan pertemuan untuk bernegosiasi membicarakan upaya menyelesaikan konflik. Hasil negosiasi tersebutlah yang ditaati oleh kedua belah pihak sehingga tercipta perdamaian.

Sumber : Buku IPS Untuk SMK dan MAK kelas XI (Alam S> dan Henry Hidayat)

Komentar

Postingan Populer