Macam-Macam Budaya Lokal Di Indonesia
Budaya lokal
adalah budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berdiam di dalam suatu
kesatuan wilayah. Menurut Koentjaraningrat budaya lokal Indonesia banyak
dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha, Islam, dan Eropa. Bangunan candi dan
sistem-sistem kerajaan yang terdapat di Indonesia merupakan pengaruh darindari
kebudayaan Hindu-Budha. Agama islam yang menjadi agama mayoritas masyarakat
Indonesia merupakan peninggalan kebudayaan Islam yang disebarkan oleh para pedagang
Islam pada sekitar abad ke-7, sementara itu sistem hukum yang dianut oleh
negara kita sampai saat ini adalah sistem hukum adopsi dari Belanda.
1.
Kebudayaan Masyarakat Batak
Yang termasuk ke dalam kebudayaan
masyarakt Batak adalah merek yang mendiami di sekitar wilayah pegunungan
Sumatra Utara, mulai dari perbatasan Daerah Istimewa Aceh di Utara samapai ke
perbatasan dengan Riau dan Sumatra Barat di sebelah selatan. Selain itu orang
Batak juga mendiami tanah datar yang berada diantara daerah pegunungan dengan
pantai timur Sumatera Utara dan panatai darat Sumatra Utara. Dengan demikian,
orang batak itu mendiami : dataran tinggi karo, Langkat Hulu, Deli Hulu,
Serdang Hulu, Simalungun, Diari, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, Mandailing,
dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Kelopok kekerabatan yang besar
disebut Merga (Karo) atau Marga (Toba). Pada orang Karo Nama Merga berupa nama
kolektif tanpa ada menghiraukan adanya nenek moyang. Sedangkan pada orang Toba
nama marga menunjukan nama dan nenek moyang asal. Kalau seorang Karo bernama
Perangin-angin Bangun, hal itu tidak berarti bahwa ia keturunan dari seorang
bernama Bangun Anak Perangin-angin. Namun, jika seorang Toba bernama Siregar
Silo, maka hal itu berarti bahwa ia keturunan dari seorang bernama Silo Anaknya
Siregar.
Orang Batak hidup dalam satu kesatuan
yang disebut Huta (Toba) atau Kesain (Karo) yang dikelilingi oleh parit.
Tiap-tiap desa memiliki balai desa untuk tempat rapat. Orang Batak hidup dalam
rumah yang disebut Ruma (Toba), atau Jabu (Karo) yang dihuni oleh beberapa
keluarga batih yang satu sama lainnya terikat oleh hubungan kekerabatan secara
patrilineal. Orang Batak mayoritas bermata pencaharian bercocok tanam padi di
sawah atau di ladang.
Seiring dengan perkembangan zaman dan
moderintas, orang batak banyak terpengaruh kebudayaan Kristen. Mereka memiliki
organisasi keagamaan seperti Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Selain itu
ada juga yang dipengaruhi budaya Islam.
2.
Kebudayaan Masyarakat Minangkabau
Daerah asal kebudayaan Minangkabau
seluas provinsi Sumatra Barat, tersebar pula dibeberapa tempat di Sumatra juga
di Malaya. Orang Minangkabau tersebar jauh dari daerah aslinya. Ini disebabkan
oleh adanya dorongan pada diri mereka untuk merantau. Latar belakangnya ada dua
macam. Pertama, keinginan mereka untuk mendapatkan kekayaan tanpa mempergunakan
tanah-tanah yang telah ada. Seorang laki-laki tidak mempunyai hak menggunakan
tanah warisan bagi kepentingan dirinya sendiri. Kedua,
perselisihan-perselisihan yang mengakibatkan individu yang kalah akan meninggalkan
kampung dan keluarga untuk menetap di tempat lain.
Garis keturunan masyarkat Minangkabau
diperhitungkan menurut garis matrilineal. Kesatuan keluarga yang terkecil
adalah paruik. Kepentingan suatu keluarga diutus oleh seorang laki-laki dewasa
yang bertindak sebagai ninik mamak. Istilah mamak berarti saudara laki-laki
ibu.
Secara sederhana masyarakat
Minangkabau terbagi ke dalam tiga lapisan besar, yaitu bangsawan, orang biasa,
dan orang yangpaling rendah. Tolak ukurnya adalah perbedaan kedatangan suatu
keluarga kedalam suatu tempat tertentu. Keluarga yang mula-mula datang dianggap
sebagai keluarga bangsawan. Keluarga-keluarga yang datang kemudian menjadi
orang biasa. Sedangkan keluarga yang menumpang pada yang lebih dulu datang
disebut orang yang paling rendah.
Perkawainan merupakan persoalan yang
paling sering dipermasalahkan dalam hukum adat orang Minangkabau. Hal ini
berhubungan dengan pelanggaran terhadap pembatasan yang ada. Seorang laki-laki
tidak mungkin dapat menikah dengan seorang wanita dari kelompok yang sama
dengannya. Apabila hal itu dilanggar, maka pernikahan keduanya tidak mungkin
dilakuakn di desanya sendiri. Dalam masyarakat Minangkabau tradisional, di mana
endogami lokal dijalankan dengan keras, seorang wanita yang menikah dengan laki-laki
dari luar akan diusir dari desanya, tetapi tidak demikian halnya dengan seorang
laki-laki. Paling ia hanya dimusuhi oleh paruik-paruik saja.
Orang Minangkabau boleh dikatakan
tidak mengenal unsur-unsur kepercayaan lain kecuali apa yang diajarkan dalam
islam. Walaupun demikian, muncul juga kepercayaan yang tidak diajarkan dalam
islam. Misalnya, mereka percaya pada hantu-hantu yang mendatangkan bencana dan
penyakit pada manusia. Untuk menolaknya mereka akan datang kepada seorang dukun
untuk meminta pertolongan. Banyak juga mereka yang percaya tentang keberadaan
orang-orang dengan kekuatan gaib tertentu. Sebagai contoh, kepercayaan tentang
perempuan yang suka menghisap darah bayi dengan jalan menghirup ubun-ubun bayi
dari jauh. Makhluk tersebut namanya kuntilanak.
3.
Kebudayaan Masyarakat Bali
Ada dua bentuk masyarakat di Bali,
yaitu masyarakat Bali Aga dan Bali Majapahit,. Masyarakat Bali Aga adalah
masyarakat yang kurang dapat pengaruh dari kebudayaan Jawa-Hindu dari
Majapahit. Mereka mempunyai struktur tersendiri. Orang Bli Aga pada umumnya
mendiami desa-desa di daerah pegunungan seperti Sembiran, Cempaga Sidatapa,
Pedawa, Tigauasa di Kabupaten Buleleng, Desa Tenganan Pegrigsingan di Kabupaten
Karangasem. Sedangkan Bali Majapahit pada umumnya tinggal di daerah-daerah
dataran dan menjadi mayoritas di Bali.
Mata pencaharian pokok orang Bali
adalah bercocok tanam. Hanya 30% penduduk yang hidup dari petemakan, berdagang, menjadi
buruh, pegawai, atau lainnya.
Di Bali berkembang suatu sistem untuk mengatur pengairan
dan penanaman di sawah-sawah.
Apabila air cukup, maka ditanamlah padi tanpa diselingi oleh
palawija. Sebaliknya, apahila keadaan
air kurang mencukupi maka diadakan giliran penanamunpa di dun
palawija.
Sistem kekerabatan yang mengikat masyarakat Bali adalah patrilineal. Disamping
itu ada pula bentuk kesatuan-kesatuan
sosial yang didsarkan atas kesatuan wilayah yang disebut
Banjar. tiap-tiap keluarga batih maupun keluarga luas harus memelihara hubungan dengan kelompok kerabarnya
yang lebih luas, yaitu klen
(tunggal dadia). Menurut pandangan adat lama, perkawinan sebisa mungkin dilakukan di antara warga satu klen atau
setidak-tidaknya antara orang-orang
yang dianggap sederajat dalam kasta.
Sistem pelapisan sosial masyarakat
Bali dipengaruhi oleh sistem
kasta dalam kitab suci
agama Hindu. Di Bali,
wangsa-wangsa dalam sistem
pelapisan mempunyai sebutan sama seperti dalam Hindu, yakni Brahmana, Ksatrya, Waisya,
dan Sudra. Ketiga lapisan pertama tersebut disebut Tri wangsa,
sedangkan lapisan keempat
disebut Jaba. Zaman modern telah
banyak membawa perubahan dalam
sistem pelapisan tersebut.
Misalnya, penghapusan UU yang
menghukum gadis yang
lebih tinggi kastanya yang menikah dengan dengan
laki-laki yang kastanya. lebih
rendah. Pendeta pun kini tidak harus berasal
dan kasta Brahmana.
Mayoritas orang Bali menganut
agama Hindu. Ada pula golongan kecil
orang Bali yang
menganut agama Islam, Kristen,
dan Katolik. Penganut agama Islamtinggal di pinggir pantai,
karangasem, klungkung, dan depasar. Sedangkan penganut agama kriten dan katolik
berdiam di singaraja, jembrana, dan denpasar.
4.
Kebudayaan Masyarakat Aceh
Daerah aceh tidak hanya terdiri dari
daratan yang tergabung ke dalam bagian utara pulau Sumatra, tapi juga meliputi
wilayah Simenulu, We, Breveh, dan pulau lainnya yang jumlahnya tidak sedikit. Komunikasi
yang buruk ke pedalaman menghilangkan kegairahan penduduk untuk menetap di sutu
tempat. Ini pula yang mengakibatkan tidak meratanya kepadatan penduduk di
seluruh daerah-daerah kabupaten.
Desa
bagi orang Aceh
disebut gampong. Setiap gampong terdiri
atas 50-100 rumah.
Setiap penduduk desa
diwajibkan beribadah bersama-sama, membangun
tempat ibadah seperti masjid dan madrasah secara bergotong-royong.
Perdagangan merupakan
aktivitas yang penting bagi masyarakat Aceh.
Perdagangan lada telah
dikenal sejak lama terutama pada
masa Sultan Iskandar
Muda (1607-1636). Saat itu Aceh
menjadi terkenal dan disegani. Keadaan berubah
manakala Belanda memonopoli perdagangan lada
di seluruh Indonesia. Pada
masa kini, basil bumi yang terkenal
dari Aceh adalah kopi, terutama dari Takangon dan
Tangse ataupun karet
dari Aceh Timur.
Kedudukan wanita
dalam keluarga dapat dikatakan tinggi. Mereka bekerja
di sawah secara aktif dan tidak lekas tunduk pada
kehendak suami. Bahkan,
kadang- kadang ibu lebih
ditakuti daripada ayah.
Sejarah mencatat nama
Safiatuddin, seorang wanita
yang memegang pemerintahan setelah
Iskandar Muda wafat.
Pernah ada pula panglima perang
wanita bernama Malahajati.
Agama Islam memegang
peranan utama dalam kehidupan masyarakat Aceh.
Segala tingkah laku masyarakat harus sesuai
dengan Alquran dan Hadis.
Hal- hal seperti perkawinan,
harta waris, dan kematian
diatur menurut syariat Islam.
Walaupun orang Aceh hampir semuanya beragama Islam terdapat juga
gereja di Aceh.
Padaa tahun 1954 gereja di Aceh
seluruhnya berjumlah 36 buah. Biasanya orang
yang beragama kristen di Aceh berasal
dari suku bangsa lain yang tinggal
di Aceh sebagai pegawai, militer,
pedagang, atau lainnya. Salah satu gereja yang masih aktif saat ini
adalah yang berada di Kutacane.
Komentar
Posting Komentar